“Ibu”... ketika nama itu kusebut
dalam kesunyian malam, tiba-tiba air mata ini menetes tiada tertahan. Teringat akan
senyuman indah yang tersungging dari bibirmu. Teringat pelukan hangat yang
selalu kau tawarkan padaku. Teringat akan nada-nada tinggi ketika aku melakukan
kesalahan. Dan teringat akan kasih sayang serta pengorbananmu pada anakmu yang
selalu membebanimu ini.
Aliran peluhmu didahi, hembusan
nafas yang tersangal-sengal, dan sayup matamu yang pancarkan kelelahan.
Masih teringat
jelas dibenakku, dulu belaian tangan mu sangat halus bagai kapas. Tapi kini saat
ku genggam tanganmu yang dulu terasa halus kini telah berubah menjadi kasar. Sungguh
menyayat-nyayat batin ku ini ibu, untuk menjadi manusia yang lebih dapat kau
andalkan ketika kau tak mampu lagi berdiri diatas kedua kakimu. Aku sadar benar
kelak urat-urat mu akan melemah dan engkau butuh sandaran untuk melepas penatmu
di dunia yang keras ini.
Ibu, maafkan anakmu ini yang
terlalu menyia-nyiakan semua yang kau berikan. Uang yang kau cari dengan cara
memeras keringat dan bernaung dibawah terik matahari, dengan sekejap aku
hamburkan untuk memenuhi kebahagiaanku. Kebahagiaanku yang sebenarnya itu
goresan luka batinmu.
Maafkan aku Ibu. Karena aku
telah dibutakan oleh dunia yang fana ini. Aku hanya ingin mencari jati diri,
tapi malah kebodohan yang kini ku miliki. Kebodohan yang membuat aku buta akan
nikmat dan kebahagiaan yang Dia beri. Hingga aku mencari kebahagiaan yang semu
dan merendahkan aku dihadapan-Nya.
Ibu maafkan aku bila kelak
malaikat bertanya padamu akan dosa-dosa yang ku buat, dan engkau mendapatkan
imbas akan dosa-dosaku itu. Saat kau dimintai pertanggungjawaban mendidikku. Biarkan
aku saja yang menerima hukuman itu. Biar aku yang merasakan pedih yang aku buat
sendiri.
Tuhan... ibu tak bersalah atas
dosa-dosaku. Ibu telah mendidikku dangan kasih sayangnya. Ibu telah menanam
benih-benih ketakutan akan dosa pada diriku ini, tapi aku yang lalai merawat
dan menyiraminya. Hingga benih itu kini telah layu. Dan kini ku membutuhkan benih
yang baru untuk mengganti benih yang layu itu. Ku harap Kau memberiku benih
yang sama seperti benih yang ibuku tanam dulu pada diriku. Akan ku jaga dan tak
akan kusia-siakan lagi. Tuhan aku berjanji tak akan kulakukan kesalahan untuk kedua
kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar