Masyarakat sebagai community, dapat dilihat dari dua sudut
pandang. Pertama, memandang community sebagai
unsur statis, artinya community
terbentuk dalam suatu wadah atau tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia
menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula
disebut sebagai masyarakat setempat, misalnya kampung, dusun atau kota-kota
kecil. Kedua, community dipandang
sebagai unsur yang dinamis, artingya menyangkut suatu proses-(nya) yang
terbentuk melalui faktor pisikologis dan hubungan antar manusia, maka
didalamnya ada yang sifatnya fungsional. Dalam hal ini dapat diambil masyarakat
pegawai negeri sipil, masyarakat ekonomi, mahasiswa, dan sebagainya (Abdul
Syani dalam Basrowi, 2005: 37)
Masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurus suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh satu rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat, 2009: 118)
The
largest grouping in which common customs, traditions, attitudes, and feelings
of unity are operative
(J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam Koentjaraningrat, 2009: 118)
Ø Ciri
Masyarakat
Menurut
Durkheim, masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata,
melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka (anggota
masyarakat),sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai
ciri-cirinya sendiri.
1.
Soerjono Soekanto (1986) menyatakan,
bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama
manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok , yaitu sebagai berikut
:
a.
Manusia
yang hidup bersama.Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang
mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang
harus ada. Akan tetapi, secara teoretis, agka minimumnya ada dua orang yang
hidup bersama.
b.
Becampur
untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia
tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati,seperti kursi.meja,dan
sebagainya, karena berkumpulnya manusia akan timbul manusia-manusia baru.
Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mempunyai
keinginan-keinginan untuk menyampaikan kwsan-kesan atau perasaan-perasaanya.
Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dan kelompok
tersebut.
c.
Mereka
sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d.
Mereka
merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa
dirinya terikat suatu dengan lainya.
Ciri-ciri
masyarakat di atas selaras dengan definisi masyarakat yang telah dikemukakan
sebelumnya,bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang besar dan mempunyai
kebiasaan,tradisi,sikap, dan perasaan
yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil
yang mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
2.
Abu Ahmadi (1985) menyatakan, bahwa
masyarakat harus mempunyai ciri-ciri;
a.
harus ada pengumpulan manusia dan harus
banyak, bukan pengumpulan binatang;
b.
telah bertempat tinggal dalam waktu yang
lama di suatu daerah tertentu;
c.
adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk
menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
3.
Abdul Syani (2003) menyebutkan,
masyarakat ditandai oleh ciri-ciri:
a.
Adanya interaksi;
b.
Ikatan pola tingkah laku yang khas di
dalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinu;
c.
Adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang bersangkutan menjadi
anggota kelompoknya.
4.
Marion Lievy mengemukakan empat ciri
untuk dapat disebut masyarakat:
a.
Kemampuan bertahan melebihi masa hidup
seseorang individu;
b.
Rekeutmen seluruh atau sebagian anggota
melalui produksi;
c.
Kesetiaan pada suatu sistem tindakan
utama bersama;
5.
Talcott Parsons (1968) pun merumuskan
kriteria bagi adanya masyarakat:
a.
Suatu sistem sosial yang swasembada (selfsubsistent);
b.
Melebihi masa hidup individu normal;
c.
Merekrut anggota secara reproduksi
biologis;
d.
Melakukan sosialisasi terhadap generasi
berikutnya.
6.
Edward Shils, menekankan pada aspek pemenuhan
keperluan sendiri (selfsufficiency)
yang di baginya dalam tiga komponen:
a.
Pengaturan diri;
b.
Reproduksi sendiri;
c.
Penciptaan diri (self-regulation, self-reproduction,self-generation).
Berdasarkan
ciri-ciri masyarakat di atas,berarti masyarakat bukanya hanya sekedar sekumpu
manusia belaka, tetapi di antara mereka yang berkumpul itu harus ditandai
dengan adanya hubungan atau pertalian satu sama lainya. Paling tidak, setiap
individu sebagai anggotanya (masyarakat) mempunyai kesadaran akan keberadaan
individu yang lainya. Hal ini berarti, setiap orang mempunyai perhatian
terhadap orang lain dalam setiap kegiatanya. Jika kebiasaan itu kemudian
menjadi adat, tradisi atau telah melembaga, maka sistem pergaulan hidup di
dalamnya dapat di katakan sebagai pertalian primer yang saling
pengaruh-mempengaruhi.
Menurut
Syani (2002), ada beberapa unsur yang terkandung dalam istilah masyarakat,
antaralain sebagai berikut.
1.
Sejumah manusia yang hidup bersama dalam
waktu yang relatif lama; di dalamnya mausia dapat saling mengerti dan merasa
serta mempunyai harapan-harapan sebagai akibat dari hidup bersama itu. Terdapat
sistem kominikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia
dalam masyarakat tersebut.
2.
Manusia yang hidup bersama itu merupakan
suatu kesatuan.
3.
Manusia yang hidup bersama itu merupakn
sistem hidup bersama, yaitu hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan, oleh
karenanya setiap anggota masyarakat merasa
dirinya masing-masing terikat dengan kelompoknya.
Dari
unsur-unsur tersebut memang belum menunjukan kepastian keseluruhan sebagai
ciri-ciri masyarakat, lantaran bayaknya aspek yang terkait dalam kajian
masyarakat (Basrowi M.S, 2005 : 37-42 )
Ø Masyarakat Mayoritas dan Minoritas
Pada awalnya istilah
mayoritas lebih dikenal dalam konsep politik (terutama yang berkaitan dengan
pemilihan). Missal mayoritas absolut (dalam pemilu) dimana kemenangan
ditentukan oleh lebih dari 50% suara, karena jumlah suara itu sangat menentukan
jumlah posisi atau wakil politik di lembaga legislatife.
Kelompok mayoritas atau kelompok dominan dalam suatu masyarakat
merupakan kelompok yang merasa memiliki kontrol atau kekuasaan untuk mengontrol.
Mereka merupakan sumber daya kekuasaan dalam setting institusi yang
berbeda-beda. Sedangkan kelompok minoritas kurang mempunyai akses terhadap
sumber daya, privilese, kurang atau bahkan tidakberpeluang mendapat kekuasaan
seperti mayoritas. Istilah mayoritas dan minoritas dalam sosiologi tidak selalu
mengacu pada mayoritas dari segi jumlah, tetapi mengacu dari segi kelompok yang
memiliki kekuasaan tertentu atau yang sangat berpengaruh dalam masyarakat.
Contoh masyarakat di Afrika Selatan, orang kulit hitam merupakan mayoritas dari
segi jumlah, namun kaum miinoritas kulit putih yang memegang kekuasaan. (Alo Liliweri, 2005: 101-102)
Beberapa kutipan menunjukkan bahwa gagasan mayoritas
sejak awal berkaitan dengan sharing
di belakang kekuasaan. Kekuasaan untuk “memerintah” dan “mengurus” masyarakat
selalu dihubungkan dengan konsep
superioritas dan inferioritas, antara dominan dan submisif antara in group dan out group. Karakteristik
mayoritas:
1.
Sekelompok orang yang bersikap bahwa hanya mereka yang
superior terhadap kelompok etnik yang dijadikan inferior.
2.
Mereka yang percaya bahwa kelompok minoritas secara
ilmiah berbeda maka kelompok monoritas harus dipisahkan bahkan disingkirkan
3.
Mereka yang percaya bahwa kaum mayoritas merupakan
kaum yang paling berhak sehingga merekapun dapat mengklaim bahwa mereka yang
paling berkuasa, mempunyai status social yang tinggi, dank arena itu memiliki
harga diri yang harus dihormati.
4.
Mereka yang mempunyai rasa takut dan selalu curiga
bahwa kelompok minoritas selalu berencana menggerogoti factor-faktor yang
menguntungkan kelompok dominan (Williams dalam Alo
Liliweri,
2005: 104)
Beberapa kutipan tentang pengertian kelompok minoritas :
1.
Kelompok
minoritas adalah kelompok yang susunan anggotanya selalu memiliki karakteristik
yang sama, hingga tetap menampilkan perbedaan dengan kelompok dominan (yang
kebanyakan). Karakteristik itu meski tidak tampak dapat dilihat secara fisik sehingga membuat
anggota-anggota itu berbeda.
2.
Kata
Hebding, kelompok minoritas merupakan kelompok yang berbeda secara kultural,
fisik, kesadaran social, ekonomi, sehingga perlu didiskriminasi oleh segmen
masyarakat dominan atau oleh masyarakat sekeliling
3.
Louis
Wirth, mendefinisikan kelompok minoritas secara eksplisit dibedakan dengan
kelompok mayoritas, karena kelompok minoritas sering dianggap sebagai kelompok
subordinasi, yakni kelompok yang karena ciri fisik dan karakteristik
kebudayaannya bisa dibedakan atau “dikeluarkan” dari lingkungan pergaulan
masyarakat kebanyakan. Anggota kelompok minoritas menjadi sekelompok orang yang
diperlakukan secara tidak seimbang dengan kelompok mayoritas, dan dijadikan
kolektivitas yang harus didiskriminasi.
4.
Istilah
kelompok minoritas menggambarkan istilah yang berbeda dengan kelompok mayoritas
yang sangat dominan, karena mayoritas menguasai sumber daya sehingga selalu
merasa bertindak secara tidak adil, menguasai, mempunyai martabat lebih tinggi
daripada yang lain. Oleh karena itu kelompok mayoritas dalam stratifikasi
selalu lebih tinggi daripada kelompok minoritas
5.
Menurut
Wagley dan Harris (1958), yang dikutip Richart T. Scaefer, setiap kelompok
minoritas atau subordinasi mempunyai lima karakteristik antara lain: selalu
mengalami perlakuan tidak adil atau tidak seimbang, dapat dibedakan berdasarkan
cirri fisik dan kebudayaan, keanggotaan meliputi orang dalam, tidak bebas
menikah, dan sadar bahwa mereka tersubordinasi(Alo
Liliweri,
2005: 106-108).
Contoh masyarakat di Afrika Selatan, orang kulit hitam merupakan
mayoritas dari segi jumlah, namun kaum miinoritas kulit putih yang memegang
kekuasaan.
Ø
Masyarakat
perkotaan dan masyarakat pedesaan
Dalam
masyarakat modern dibedakan antara masyarakat pedesaan rural community dengan masyarakat perkotaan urban community. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan
batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan, oleh karena adanya hubungan antara
konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala social yang dinamakan urbanisme.
Warga suatu masyarakat
pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang
hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. System kehidupan
biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk
masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walau terlihat adanya
tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang pembuat gula dan bahkan tukang
catut, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian adalah pekerjaan sambulan saja, oleh
karena bila tiba masa panen maka pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi ditinggalkan
(Soerjono Soekanto, 1998:
166-167). Sedang
menurut Paul H. Landis Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa Dengan
ciri ciri sebagai berikut :
a. mempunyai pergaulan hidup yang
saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b.
Ada
pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c.
Cara
berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam
seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan.
Contoh setiap warga di salahsatu
kota di Ponorogo yaitu desa Paringan disana mayoritas penduduk bermatapencaharian
sebagai seorang petani atau mata pencaharian pokok mereka adalah seorang petani
walau sebagian besar dari mereka memiliki pekerjaan lain seperti petrnak,
tukang kayu, kuli, maupun pekerja bangunan. Tapi pada saat panen datang atau
musim panen mereka meninggalkan pekerjaan sampingan mereka.
Yang dimaksudkan dengan
masyarakat perkotaan atau urban community
adalah masyarakat kota yang tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian
“kota”, terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat
pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan
agama berkurang bila dibanding dengan kehidupan agama di desa. Ini disebabkan
cara berpikir yang rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang
berhubungan dengan realita masyarakat. Memang di kota-kota, orang juga
beragama, akan tetapi pada umumnya pusat kegiatan hanya tampak di tempat-tempat
ibadat seperti gereja, masjid dan dan sebagainya. Di liar itu, kehidupan
masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan sebagainya. Cara
kehidupan demikian mempunyai kecenderungan kearah keduniawian (secular trend), dibanding dengan
kehidupan warga desa yang cenderung kearah agama (religious trend)
2. Orang
kota padaa umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang lain. Yang penting disini manusia perseorangan atau indifidu. Di desa
orang lebih mementingkan kelompok atau keluarga, dikota kehidupan keluarga
sering sukar untuk disatukan karena perbedaan kepentingan, perbedaan paham
politik, agama, dan seterusnya. Dikota para individu kurang berani untuk
seorang diri menghadapi orang-orang lain dengan latar belakang berbeda,
berpendidikan yang tak sama, kepentingan yang berbeda, dan lain-lain. Nyata
bahwa kebebasan yang diberikan oleh indifidu tak dapat memberikan kebebasan
yang sebenarnya kepada yang bersangkutan.
3. Pembagian
kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di
kota, tinggal orang-orang dengan latar belakang yang berbeda dan pendidikan
yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini
melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup sendirian secara
individualitis (Soerjono
Soekanto, 1998: 169-171)
Contoh masyarakat
perkotaan adalah masyarakat yang tinggal di kota, kita ambil contoh satu kota
yaitu kota Jakarta dimana masyarakatnya adalah masyarakat yang
indifidualitasnya sangat tinggi. Sehingga mereka tidak memiliki keakraban terhadap
tetangga mereka, kehidupan mereka bebas.
Ø Masyarakat
modern dan masyarakat tradisional
Masyarakat modern
adalah merupakan hasil kolerasi antara tingginya peradaban manusia sebagai
anggota masyarakat dan majunya tungkat rasionalitas dalam mengkaji hasil
kebudayaan. Modernisasi dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki individu
yang mempunyai sikap modern (Kun Maryati, 2001: 35).
Ciri-ciri manusia
modern :
1. Memiliki
sikap hidup untuk menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan.
2. Memiliki
keberanian untuk menyatakan pendapat atau opin mengenai lingkungannya sendiri
atau kejadian yang terjadi jauh diluar lingkungannya serta dapat bersikap
demokratis.
3. Menghargai
waktu dan lebih berorientasi pada masa depan dibanding masa lalu
4. Memiliki
rencana dan pengorganisasian
5. Percaya
diri
6. Perhitungan
7. Menghargai
harkat hidup manusia lain
8. Percaya
pada ilmu pengetahuan dan teknologi
9. Menjunjung
tinggi suatu sikap dimana imbalan yang diterima seseorang haruslah sesuai
dengan prestasinya dalam masyarakat.
Contoh masyarakat
modern adalah masyarakat di kota-kota besar provinsi, kota metropolitas, dan
kota-kota pusat fasion dan elektronik dimaka masyarakatnya percaya pada ilmu
pengetahuan dan teknologi, rasional, seperti yang telah disebut pada ciri-ciri
diatas.
Beberapa pengertian masyarakat
tradisional:
Ø Masyarakat
tradisional menurut Rentelu, Pollis, dan Schaw, adalah masyarakat yang hidupnya
statis. Tidak ada perubahan sama sekali. Tidak ada dinamika yang timbul dalam
kehidupannya. Statis di sini dapat diartikan selalu sama dari hari ke hari.
Sekalipun anggota masyarakatnya semakin hari terus bertambah akibat reproduksi
atau berkurang karena kematian, semuanya tidak mengubah kehidupan mereka
sehari-hari.
Ø Masyarakat
tradisional dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang hidup dengan
tradisi-tradisi budaya tertentu. Adat istiadat yang sudah ada sebelumnya. Tidak
terpengaruh oleh adanya perubahan zaman karena mereka merasa cukup dengan
kehidupan dan penghidupan yang mereka jalani, secepat apapun evolusi kebudayaan
yang terjadi pada zaman tersebut.
Ø Masyarakat
tradisional juga dapat diartikan sebagai masyarakat yang kehidupannya masih
berpegang teguh pada adat istiadat lama yang mereka miliki. Yang dimaksud
dengan adat istiadat di sini adalah adanya suatu aturan baku mencakup segala
konsep budaya yang di dalamnya terdapat aturan terhadap tingkah laku dan
perbuatan manusia dalam menjalani kehidupan.
Ø Masyarakat
tradisional dapat juga dikatakan masyarakat pedesaan atau masyarakat desa.
Dikatakan demikian karena umumnya mereka hidup di daerah pedesaan yang letak
geografisnya berada jauh dari perkotaan dengan segala hiruk-pikuk kehidupan
kota dan modernisasi. Itulah sebabnya mereka masih berpegang teguh pada tradisi
lama. Apabila ada masyarakat pedesaan yang sudah terpengaruh dengan
perkembangan zaman sehingga mengalami perubahan dalam kehidupannya, ia tidak
dapat dikatakan sebagai masyarakat tradisional lagi.
Ciri-ciri
masyarakat tradisional, yaitu sebagai berikut:
a.
Teguh pada tradisi lama yang mereka
jalankan dalam kehidupan.
b.
Tidak terpengaruh oleh perubahan yang
ada.
c.
Tidak ada dinamika dalam kehidupan
sosialnya.
d.
Masih memiliki hubungan yang langsung
dengan alam sekitarnya.
e.
Kehidupan yang dijalankan, umumnya,
bersifat agraris.
f.
Memiliki ketergantungan yang besar
terhadap alam sekitar dalam kehidupannya.
g.
Pola kehidupannya ditentukan oleh
tingkat kemajuan teknis dalam hal penguasaan dan penggunaan alam bagi
kehidupannya.
h.
Pola kehidupan yang ada juga ditentukan
oleh struktur sosial berkaitan dengan letak geografis serta struktur kepemilikan
dan penggunaan tanah yang ada.
Contoh
masyarakat tradisional adalah masyarakat suku Baduy dalam mereka adalah
masyarakat yang masih memegah teguh suatu kebudayaan atau tradisi lama, mereka
tidak menerima masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi. Hidup mereka selalu
berpindah untuk bertahan hidup, mereka tinggal dalam pedalaman hutan dan mereka
menggantungkan hidup pada alam.
apakah
di dalam masyarakat modern bentuk tradisi masyarakat sudah harus terkikis?
Jawabannya tidak, karena walaupun kini telah banyak masyarakat yang menjadi
suatu masyarakat yang modern namun tradisi masih saja mereka jalankan, seperti
peringatan satu suro di kota Ponorogo mereka melakukan kegiatan larungan
sesajen dan mengadakan pentas seni reog di pusat kota. Dan juga masyarakat
Jakarta yang masih memegang tradisi ondel-ondel ketika hari jadi kota Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi
M.S, 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor
: Ghalia Indonesia
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik.
Yogjakarta: LKIS Yogjakarta
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono. 1998. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Rajagrafindo Persada
Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: LP-FEUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar